KILAU PERMATA DITENGAH SAMUDRA


Ketika kulihat rembulan dengan perlahan berjalan menyusuri rimba malam, ada senyum yang tiada dapat aku tepis dari pandangan, akan dirimu yang telah lama terpisahkan.

Engkaulah buah hatiku cahaya surya dari teriknya jejak siangku, engkaulah permata dalam jiwaku yang berkilau bagai purnama dari lelapnya tidur malamku, hingga disetiap detak nadiku slalu mengalir do,a yang untuk bahagiamu.

Duhai buah hatiku?.

Bukan tiada sayang manakala genggaman tangan harus terlepaskan, bukan tiada cinta manakala jejak kita harus sama jauh kelana, namun karena jalan lirih dari romantika asmara yang pedih, hingga antara kita menjadi terpisah dan tiada seatap lagi.

Bagai kapal tanpa sekoci hatiku nelangsa dilautan pedih, bagai nada tiada symponi jiwaku tercabik akan senandung lirih yang menyayat hati, dan bagai hilang penyangga ragaku luluh bersimpuh, dan berharap sang penguasa semesta akanlah segera menjawab do,a.

Duhai buah hatiku?.
Aku rindu akan canda dari manjamu, aku sayang dengan tiada batas kata yang dapat aku uraikan, dan aku cinta walau derasnya harapan seakan menjadi fatamorgana untuk kita dipersatukan.

Duhai Buah hatiku?,
Rinduku tanpa batas sayangku tiada henti, semua mengalir deras dari puncak kasih, dan cinta ini tiada akan pernah memudar, walau napas ini menjadi terhenti.

Duhai buah hatiku?.
Biarpun bentang lautan telah jauh dari pandangan, biarpun berpuluh gunung telah banyak terlampau, namun cinta dan sayang tiada akan pernah pupus dan terpenggal, sampai laju hidupku terhenti dan menyatu dengan alam.

Namun aku yakin dan percaya bahwa do,a dan kekuatan cinta, akanlah slalu bertahta bagai mahkota, hingga semua gundah yang bergejolak di dalam dada, akanlah kembali menyemai bahagia, untuk kita kembali bersama
–  S E L A M A N Y A –