PELANGI CINTA DIPENGHUJUNG PUASA


Haruskah aku kembali pada sudut kota yang sepi, sudut kota yang menoreh pedih dari terhempasnya jalinan kasih, yang karena harta cintamu terbeli.

Bukanlah aku menentang tradisi, bukan pula aku melarang untuk engkau berniaga kasih, namun selembar harapan suci telah menggantung didahan hati, yaitu dirimu yang slalu aku sayang.

Duhai pujaan?.
Bukan aku tiada menyimpan sayang akan dirimu yang aku tinggalkan, bukan aku tiada menggenggam cinta ikala diriku melangkah kelana, namun karena kuingin meraih bahtera hidup yang sejahtera, aku rela berpisah untuk bekal bahagia kita berdua.

Masih kuingat disaat itu dikala gerbang ramadhan tertutup senja, dikala gema takbir berkumandang mengangkasa, dikala pintu dosa telah menebar cahaya surga, engkau membawa setangkai cinta yang untuk kita bawa dalam setia, yang tiada pernah akan ternoda hingga nyawa terlepas dari raga.

Namun mengapa dusun indah harus banjir airmata, manakala pelangi cinta dipenghujung puasa telah menyiram kisah duka, jejak tanah basah yang membawa bahagia, kini telah menoreh derita pada hatiku yang telah kalah berniaga, akan cintamu yang tiada lagi setia.


Kini biarlah kujalani hari dengan tiada cintamu lagi, dan kubiarkan menara cintaku tumbang dipenghujung ramadhan, bersama puing puing dari hutang cintamu yang belum
– T E R B A Y A R –