KUKIRA ENGKAU SETIA


Ketika dibelantara kota hatiku sepi, aku tersesat dan tertatih pada jalan yang tiada asing kulalui, manakala jiwaku perlahan pergi, menanti dan mencari, akan cintamu yang tiada lagi menepi,  namun mengapa kini begitu cepat cintamu menua, sehingga musim semi berlalu dengan tiada aroma bunga.


Kunjungi juga

Entah kemana cintamu berimigrasi, hingga aku terasing dalam bahtera cintaku yang suci, sedang bentangan sayang dari sayap elang yang aku banggakan, kiranya hanya cakar terurai yang telah tega memangsa dan melukai hati yang tiada henti mengasihi, sehingga rasanya tiada harapan untuk cinta berbuah senyuman, sedang airmata yang tergenggam adalah perasaan hati yang engkau abaikan.

Engkau yang mengambil harum dari napasku, namun mengapa kemudian cintamu berlalu, sehingga laksana kapal nelayan yang diguncang badai, hatiku terombang ambing dalam lautan kesedihan.

Karena tiada pernah terlintas dalam benakku, engkau akan memperdaya cintaku, karena semula kukira, hanya aku yang dapat membuatmu tersenyum, namun nyatanya, hanya gumpalan sendu yang tinggi menggunung.

Maka peluklah diriku dan ambillah hangat dari tubuhku, niscaya engkau akan percaya bahwa tiada keraguanku atas cintaku, karena sesungguhnya engkau bukanlah bayangan yang terlelap dalam dekapan, yang hanya untuk menepis bisu manakala hatiku dilanda rindu.


Duhai kasih,
Entah hidupku untuk siapa apabila legenda cintamu tiada membawa sertaku didalamnya, karena walau tiada setetes kasih sayangmu mengalir namun yakinlah bahwa cinta untukmu tiada akan pernah kering.

Haruskah hubungan ini harus berakhir sedang untuk cintamu aku terlahir,  haruskah sayang ini berpusara sedang sayang untukmu akanlah slalu berpetualang mesra diharum bunga.

Maka janganlah terus mengintimidasi hati, karena aku tiada meminta sedekah dari banyak cinta yang engkau punya, karena sesungguhnya cinta yang bernilai, tiadalah akan engkau dapatkan pada eloknya rupa yang slalu membuatmu terbang akan sanjungan.


Duhai sayang.
Entah muslihat apa yang mengalir dalam benakmu, sehingga engkau berlaku keji menista cintaku, sedang kerajaan kecil yang aku impikan, kiranya hanya dongeng indah yang melelap sikecil dikala malam.

Engkau yang menuangkan aku segelas anggur kenikmatan, namun mengapa belumlah habis terminum kemudian engkau tumpahkan, sehingga aku yang telah terjatuh dalam pangkuan hatimu kiranya harus menjadi debu dari begitu banyaknya cintamu.

Karena rasanya tiada mungkin aku melupakan akan kisah romantis diujung petang, manakala engkau biarkan payung menguncup dideras hujan dan sepuluh jari berpaut satu genggaman, sehingga aku yang begitu dungu akan asmara kiranya telah menjadi dewasa dalam dentang melodymu yang mesra.


Ya Allah
Entah siapa sebenarnya yang ia sukai, sedang disenyap malampun ia biarkan aku sendiri, entah kebahagiaan apa yang ia inginkan, sedang rembulan ditangan, engkau remas dan engkau campakan.

Ia yang sanggulkan aku bunga, namun mengapa ia balurkan wajahku dengan airmata, sehingga dengan tiada asap hatiku terbakar, manakala diruncing rembulan, cintamu tiada berpetualang dengan keindahan.

Karena sesungguhnya muara kasihku telah bersemi, dan tiada kuingin mengering lagi, maka janganlah kau tampakkan wajah pengecut, karena walaupun aku terbiasa kehilangan dari apa yang aku inginkan, namun cinta untukmu, niscaya tiada akan pernah
– P A D A M –