KUSEBUT ENGKAU TIEN SEBAGAI MALAIKAT


Ketika rangkulan asmara telah menjadi pecah, membeku aliran darah, mengupas selaksa peristiwa, hanya aksara hati yang akan slalu bicara, menyapa sang pemilik senyum merona disaat mimpi terjaga, sehingga sayap sayap hati dari bunga cinta yang tiada lagi berseri, kiranya harus kembali bersemi pada ranting kasih yang tiada bertunas lagi.

Entah adakah di saat ini engkau sedang mengingatku ataukah hatiku yang terlalu jauh mengagumimu, sehingga serpihan hati yang telah retak berkeping, kiranya harus membelukar pada rindangnya semak kerinduan.


Karena bukanlah kesederhanaanku untuk mengelabui hatimu, bukan pula sikap kewajaran untukmu bebas menentukan pilihan, namun jauh atau mungkin lebih jauh dari apa yang engkau bayangkan, bahwa aku berharap untuk suatu ketika, antara  kita dapat lebih tinggi melangkah, menyusuri titian rindu dengan tiada rasa hati yang terbelenggu.

Maka janganlah engkau penjarakan cintaku di bilik asmaramu yang bisu, sehingga aku yang terlelap di bantalan purnama cinta, kiranya harus menjadi merana, manakala badai asmara mengguncang kisah kita.
Duhai malaikat hatiku..

Bukanlah dengan hitungan hari aku telah mencoba menuntunmu untuk menjadi pribadi yang secantik bidadari dan aku berharap bahwa pada suatu ketika selendang kemakmuran akanlah melambai ranum di rekah senyummu, sehingga di keharuman nasibmu kiranya engkau akan aku jadikan mahkota terindah di dalam hidupku.


Karena kecantikan wanita tiadalah hanya terletak pada paras molek yang menggoda ataupun lincah dalam bersilat lidah, namun pancaran hati yang berbinar dari palung sanubari, yang kiranya telah membuat dirimu menjadi secantik peri.

Namun mengapa kini semua harus menjadi asing, sedang hati kita masihlah slalu bersanding, sehingga laksana kincir yoyo yang berputar lepas di jerat genggaman, kiranya hatiku telah menjadi bimbang, manakala janji selembut sutera kiranya tiada lagi menggempita.

Adakah hujan salju dari mesranya cintamu telah membeku ataukah bumi asmaraku yang telah runtuh, sehingga dengan tiada menimbang rasa kiranya engkau lempar cintaku yang sedang berayun pada indahnya taman purnama.

Bukankah di kancah kisruhnya kehidupan aku telah mengajakmu untuk lari meninggalkan semua kebimbangan, namun nyatanya begitu sulit bagiku meyakinkan untukmu melepas kuatnya jerat keraguan, sehingga di gayuh perahu yang berlubang kiranya engkau biarkan diriku tenggelam di lautan kesenduan.

Karena aku tiada pernah tau apakah hari esok kita akanlah kembali berjumpa atau mungkin juga tidak, namun aku berharap pada suatu ketika yang bertahta jauh di atas bumi kiranya akan merestui, untuk kita dapat kembali menghirup harumnya bunga cinta dalam berkasih.


Walau terkadang begitu bodohnya aku, menghabiskan detik demi detik dalam kesendirian hanya untuk menantimu kembali dalam pelukan, namun nyatanya tiada sebutirpun kedamaian yang aku rasakan, sehingga aku yang telah basah oleh hujan cinta, kiranya harus menjadi berduka manakala engkau meronta untuk lari menghapus kisah kita.

Maka janganlah engkau genangi bumi cintaku dengan airmata, seperti ribuan musafir yang tersesat di belantara sahara, karena di setiap detak nyawaku adalah engkau dan selamanya cinta untukmu tiada akan pernah terpejam.

Duhai kekasihku Tien..
Entah sampai kapan engkau akan mengunci lara pada nasibku, sedang di deras hujan yang membasah flamboyan, kiranya masihlah bersiul mesra dalam kenangan, sehingga manalah mungkin aku dapat melupakan kisah indah, apabila di langit asmara kiranya pelangi cinta kita masihlah mesra merona.

Adakah di retak cermin kiranya hati kita akanlah kembali bersanding, seperti alir muara yang tiada pernah surut mengering, sehingga pusara kasih yang mengubur mimpi, kiranya akan kembali bersemi di harum elegi.

Walau tiada pernah terbayang olehku, bahwa sesal tiada pernah datang sejak awal, namun untuk mencintaimu kiranya telah aku relakan ribuan penderitaan melarung dalam kehiudupan, sehingga manalah mungkin aku dapat melupakanmu, apabila di bayang senyum manismu, kiranya masihlah menembang elegi indah merayu.

Kini hari hariku menjadi tiada berkesan manakala cintaku engkau abaikan, sehingga laksana pertapa yang bersila di henig gua, kiranya penantianku hanya berbuah nestapa.

Duhai malaikat hatiku..
Tiada lagikah engkau ingin membuatku tersenyum, seperti mekar bunga yang tersiram percikan embun, sehingga kerinduan yang terkubur bersama impian kiranya tiada menjadi sesalan, manakala pada suatu ketika isyarat kematian akanlah mengetuk pintu 
- T A K D I R K U -

2 komentar