MENGAPA HARUS ADA YANG LAIN

Ketika gelombang cinta tiada lagi bersapa ramah, membakar naluri menghangus kesucian janji,  sehingga laksana berjalan di aspal yang berdebu, kiranya cintamu telah melenakanku pada mimpi yang semu.


Adakah sekali prahara kiranya telah menghangus kata mesra, sehingga dengan tiada menimbang rasa kiranya engkau begitu mudah menghapus janji setia ataukah rasa jenuh telah mengelabui hati, sehingga di bumi sanjung engkau terlena dalam dekapan ilusi.

Tiada cukupkah secawan kasih sayang yang aku berikan, sehingga engkau mencari nikmat pada secanting candu yang membuatmu nyenyak terbuai ataukan di bayang rembulan telah engkau temukan kedamaian, sehingga purnama yang menyinar telah engkau anggap bara api yang panas membakar.

Karena bila saja di saat itu hatimu tiada berpaling, niscaya tiadalah aku terima rasa sakit ini sampai di sepanjang musim, sehingga laksana kuda kekang yang tercambuk dengan tiada belas kasihan, kiranya hatiku telah menjadi remuk redam, manakala aku tahu bahwa ternyata cintamu hanyalah manis di ujung lisan.

Maka janganlah engkau terus mengintimidasi hati, karena aku bukanlah kuda kekang yang slalu kuat tercambuk dengan tiada belas kasihan, karena walaupun aku tiada mampu merajut impian untuk hari esok, namun nyatanya hati yang telah terbungku dengan balutan sayang, niscaya tiada aku ingin cintaku berakhir di saat ini.

kunjungi juga: 

Duhai sayang..
Aku tutup telinga karena tiada ingin gelembung rinduku pecah menjadi amarah, aku tutup mata karena aku tiada ingin melihatmu tertawa dan bermanja dengan yang lainnya, namun mengapa kesabaran haruslah engkau bayar dengan kecurangan, sehingga di bilik kesetiaan kiranya engkau biarkan diriku berpangku rindu dalam kesedihan.

Bukankah kita telah sama berjanji, bahwa apapun yang terjadi niscaya cinta kita akanlah slalu kokoh berdiri, namun mengapa setelah hatiku bersimpuh di pelukan asmaramu, kemudian engkau remas dan engkau campakkan cintaku, sehingga laksana pesona alam yang indah terbingkai, kiranya cintamu hanyalah indah di kerling pandang.

Haruskah aku mengalah dengan terus memberi ruang teduh untukmu bermesra dan aku biarkan engkau nyenyak terlelap pada indahnya tilam maksiat, sedang di tungku hati kiranya uap didihku tiada kendali, meronta dan mencerca atas siksa yang melanda jiwa.

Entah haruskah istana cinta yang terbangun indah menjadi poranda, sedang harum bunga di kecap lidah kiranya masihlah terpahat mesra di relung jiwa, sehingga manalah mungkin aku dapat lari dari hatimu, apabila di setiap jeruji mimpi, kiranya irama cintamu telah melenakanku pada indahnya taman surgawi.

Karena bila saja aku tahu bahwa cintamu hanya sekerling mata, niscaya tiadalah aku mau untuk sedayung kasih dalam kisah asmara, sehingga tutur sapa yang memanja kiranya hanya untuk menjadi pelipur pada hatiku yang lemah akan curiga.

Maka janganlah engkau menutup mata dari gemerlapnya cintaku, karena walaupun engkau biarkan diriku menari di pentas yang pedih, namun untuk cintamu niscaya aku relakan jiwaku tersakiti, sehingga manalah mungkin aku dapat melepas hatimu, apabila di neraka kasih kiranya napas cintamu masihlah melenakanku dengan indahnya mimpi.

Senadung cinta promo wisata 

Ya allah
Mengapa rencana indah yang telah engkau ciptakan, kiranya harus menjadi hujan duka yang deras menenggelam, manakala seseorang yang aku kagumi, kiranya tiada lagi menghirau akan keteguhan janji, sehingga laksana tercambuk seribu cemeti, kiranya hatiku telah tersakiti oleh kejamnya murka duniawi.

Telah kucoba untuk bertahan dalam kewajaran, melerai resah menghangus rasa gundah, namun tiada sedetik bayang dustamu berlalu, sehingga laksana tertikam di seribu anak panah, kiranya hatiku berduka manakala aku tahu bahwa cintamu hanyalah manis di kecap lidah.

Haruskah aku arungi samudra kehidupan dengan sampan yang tiada bertuan, sedang untuk cintamu telah aku relakan ribuan penderitaan datang menenggelam, sehingga manalah mungkin aku dapat lari dari hatimu, apabila di lembah hatiku kiranya cinta itu masihlah menggema kidung rindu yang mesra merayu.

Karena masihlah aku ingat dikala engkau masihlah disini, menemaniku menghapus sepi, ada tawa dikala canda, ada mesra dikala sama bermanja dan ada damai di ungkap cerita, namun mengapa kini keluhku hanya engkau anggap debu, sehingga di mekar bunga kasihku, kiranya engkau paksa bergugur sebelum waktu.

Kini di hampar permadani rindu kiranya hatiku telah membisu, lemah tersungkur pada tilam cintamu yang semu, hanya airmata yang mengalir deras di pelaminan kasih, manakala janji yang selembut sutera kiranya kini tiada lagi menggempita, sehingga laksana senar kail yang terputus di jerat ikan, kiranya kehadiranku telah engkau anggap tabir kehancuran yang menghunus tajam laksana

- P E D A N G -.

0 komentar