SASTRA KELABU DI KIDUNG ASMARAMU YANG BISU

Ketika wajah dunia cinta telah menjadi gulita, lelap terbius oleh angkara di panasnya bumi curiga, sehingga cinta seputih melati kiranya haruslah terbakar manakala leleh merah menyala dari amarah yang membara kiranya tiada mampu terbendung oleh berkilaunya prasangka.

Kunjungi juga

Entah haruskah aku terima bahwa di hatimu telah tiada cinta, sedang bualan syahdu yang memanja kiranya masihlah bersemayam indah di palung jiwa, sehingga manalah mungkin aku dapat melupakan kisah indah apabila pesona cintamu masihlah menari di bibir mata.

adakah jemari rindumu telah erat terbelenggu sehingga dengan tiada salah kiranya cintamu berlalu ataukah langkah hatimu telah bersimpang arah sehingga dengan tiada kata berpisah kiranya engkau melupakan janji setia.

Bukankah di saat itu sepasang lisan telah sama berikrar bahwa sedahsyat apapun badai asmara akan menerjang niscaya keutuhan cinta tiada akan terlerai, namun mengapa kini sebening kasihku engkau corengkan arang, sehingga di terang purnama kiranya cintaku terlelap dalam kebisuan.

Karena sesungguhnya pelepah sayangku tiada akan pernah mengering walaupun ladang hati yang kemarau tiada akan pernah berganti musim, sehingga manalah mungkin kidung asmaraku akanlah terpejam apabila di setiap helai dari dedaun pesona cintamu masihlah merangkai sastra keindahan.

Maka janganlah engkau membawaku kepada jalan duka yang pernah terlewati, seperti para pecinta yang menjadi nestapa karena tiada menjadi khatam dalam merafal abjad asmara, sehingga manalah mungkin bingkai hatiku dapatlah retak terbelah apabila di setiap sayatan duka kiranya pesonamu telah menjadi penawarnya.

Kunjungi juga
Duhai sayang.
Entah sanggupkah aku bertahan dari cinta yang engkau berikan, sedang ayat-ayat kebenaran dari setiap lembar kasih sayang kiranya hanya engkau anggap goresan sastra usang yang tiada lagi berkesan.

Adakah pelangi cintaku tiada berseri,  sehingga arah cintamu telah menjadi patah kemudi ataukah bumi basah dari mesranya kesucian cinta hanyalah untuk melerai hati gundah, sehingga engkau begitu tega menoda putihnya cinta.

Karena sesungguhnya cintaku tiada meminta seribu piramid yang mengerucut ataupun semanis sari anggur yang mendanau, namun cukuplah sebutir permata kebahagiaan yang akan membuatku nyenyak terlelap di syahdunya tilam kasih sayang.
Duhai kasih.
Entah sampai kapan wajah dunia dari cinta kita akanlah terhenti berpaling, sedangkan untuk cintamu kiranya hatiku telah tersanding, entah kemana harus aku cari obat sedang di setiap sudut rinduku hanya aku temukan jalan yang gelap. 

Mungkinkah hari hari indah akan berulang seperti di kala hujan merintik menyiram alam, manakala kita bermanja membasuh canda, kita tertawa sesuka cerita, sehingga hati yang sedang berselancar di megahnya dunia asmara kiranya seakan tiada siapa yang sanggup memisah. 

Dalam sepi kucoba merenung diri untuk mengais jawaban dari cinta yang engkau berikan, namun nyatanya cintamu hanya bayangan kelam yang datang mengusik lelapku di kala malam, sehingga payung kesetiaan yang telah indah tersulam kiranya hanya menjadi benang kusut yang tiada mampu kita leraikan. 

Karena walaupun kisah kita tiada menjadi sempurna namun nyatanya cintaku akan slalu disini untuk menanti pintu rindumu terbuka, sehingga manalah mungkin hatiku dapatlah lari dari megahnya dunia asmara apabila di setiap lembar peristiwa kiranya hanya rona pesonamu yang terbayang indah di relung jiwa.
Ya Tuhan. 
Entah mengapa di saat angin cinta yang berhembus perlahan kemudian cintaku terhempas badai, sehingga sikap acuhmu yang kini membayar kerinduanku kiranya telah menjadi hujan salju di kidung asmaramu yang semu.

Bukankah seisi dunia telah ENGKAU bentangkan keindahan untuk setiap makhluk yang bersemayam, namun mengapa cinta yang tumbuh di hijau permadani keikhlasan kiranya nasib cintaku harus menjadi keledai lapar yang terdampar di gurun gersang. 

Tiada pantaskah langkah cintaku bersanding dengan senyuman, sedang pelangi di ufuk petang kiranya tiada meminta gelap untuk membuatnya bersemayam, sehingga laksana mengupas gigil di jendela yang tiada bertirai kiranya sebatas cintanya hanya menyisa kesenduan.

Karena walaupun pada akhirnya dengan cintanya telah menenggelamkan jiwaku ke lautan haru, namun nyatanya seputih kasih yang terbaring syahdu dalam bumi keikhlasan niscaya tiada akan pernah terlelap sampai jasad matiku 
- T E R P E N D A M -

0 komentar